PERAN PEREMPUAN DALAM MENGHADAPI ISU PENGENDALIAN TEMBAKAU YANG LEBIH BAIK
By Sintha Novia Putri - May 14, 2019
source : google.com |
Banyaknya angka kematian akibat rokok mendorong
berbagai pihak mendesak pemerintah untuk melakukan pengendalian tembakau salah satunya Jaringan Perempuan Peduli Pengendalian Tembakau (JP3T). Di
jaman sekarang bukan hanya laki-laki saja yang merokok tapi sudah merambat pada
perempuan bahkan anak-anak. Aku sendiri sering banget kalau lagi ada di tempat umum melihat perempuan yang merokok tanpa ada rasa malu ataupun bersalah, ngeselin ya :(
Melihat kondisi ini, JP3T ingin mengajak para perempuan agar
terlibat dalam mendorong kebijakan pengendalian tembakau yang lebih baik. Indonesia
perlu meratifikasi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC), karena Indonesia
merupakan satu-satunya Negara di Asia Pasifik yang belum meratifikasi FCTC. Sebenarnya Indonesia
sudah hampir meratifikasi semua konvensi International, namun nyatanya masih
banyak kepentingan-kepentingan didalamnya seperti misalnya berkontribusi dengan
memberikan beasiswa, industry rokok Indonesia dianggap sebagai asbak dunia,
rokok menjadi penghasilan rupiah terbesar. Padahal jika dihitung kerugiannya, berapa banyak penyakit-penyakit yang disebabkan oleh rokok dan ini tidak sebanding dengan keuntungan yang didapatkan.
Di blogpost kali ini aku mau membagikan
beberapa perihal menarik tentang “Keterlibatan
Perempuan dalam Mendorong Kebijakan Pengendalian Tembakau yang Lebih Baik” setelah
mendengar sebuah talkshow #Putusinaja dalam program radio Ruang Publik KBR. Program ini
ditayangkan secara streaming melalu
Power FM (89.2) untuk warga Jakarta, dan untuk teman-teman luar Jakarta bisa
install aplikasi KBR-nya di smartphone ya. Pada talkshow ini ada Gatari Dwi Hapsari (Program Officer
Jaringan Perempuan Peduli Pengendalian Tembakau (JP3T), Luluk Ariyantiny (Ketua
Umum Pelopor Peduli Disabilitas Situbondo (Yayasan PPDIS)), dan Adriana Venny Aryani (Komisioner Komnas Perempuan) sebagai
narasumber.
Seperti apa dan
bagaimana keterlibatan perempuan dalam isu pengendalian tembakau?
Alasan utama mengapa perempuan perlu terlibat dalam
isu pengendalian tembakau adalah saat kini industri rokok sedang mencoba untuk
memperluas pangsa pasarnya dengan menargetkan perempuan dan anak-anak sebagai
target pasar mereka.
Sebelum menjadi korban, perempuan mestinya aktif terlibat dalam pembuatan kebijakan publik supaya aturan pengendalian tembakau lebih ketat dan tidak berdiam diri ketika menjadi target penjualan rokok. JP3T menginisiasikan sebuah
gerakan bernama Puan Muda dengan membawa visi misi terhadap serangan industri rokok
terhadap anak muda terutama kelompok perempuan dan anak-anak. Puan Muda
merupakan sebuah komunitas yang terdiri dari para perempuan muda dengan kisaran
umur 16-23 tahun. Upaya yang dilakukan adalah melakukan advokasi kepada
kementrian-kementrian teknis dan pemerintah daerah terkait untuk mendorong kebijakan
pengendalian tembakau misalnya kebijakan menaikkan harga cukai rokok, membuat
PERDA KTR (Kawasan Tanpa Rokok), serta pelarangan iklan, promosi, dan sponsor
rokok.
source : google.com |
Gerakan ini ditanggapi dengan tanggapan pro dan
kontra, namun JP3T akan terus mengajak mereka untuk bekerja sama dengan harapan
sebelum tahun 2030 Indonesia sudah memiliki satu visi misi mengenai
pengendalian tembakau dan mendapat dukungan penuh dari Presiden RI dan Bapenas.
Mbak Gatari, mengatakan cukai rokok harus
dinaikkan karena akan memberikan banyak dampak positif. Pertama, kelompok-kelompok
rentan terlindungi sehingga anak-anak tidak memiliki kemampuan untuk membeli
rokok karena harganya yang mahal. Kedua, kelompok menengah kebawah akan lebih
memilih mengutakan kebutuhan ketimbang membeli rokok. Ketiga, untuk memberikan
subsidi misalnya BPJS dan dampak positif ini sudah dirasakan oleh teman-teman penyandang
disabilitas.
Salah satunya adalah Pemerintah Daerah dan juga
Bappeda bisa memberikan BPJS kepada 3.594 penyandang disabilitas yang dibiayai
oleh pemerintah dan salah satunya berasal dari cukai rokok. Hal ini diceritakan
oleh Mbak Luluk selaku ketua umum pelopor peduli disabilitas situbondo (yayasan
PPDIS) dan direktur program peduli disablitas dengan mitra pilar PR Yakkum, The
Asia Foundation yang didukung pemerintah Australia.
source : google.com |
Mbak Luluk ingin memperjuangkan hak-hak difabel khususnya di Kabupaten Situbondo. Salah satu
dari agenda yang berhasil didorongnya adalah PERDA Kab Situbondo No. 03 Tahun
2018 tentang perlindungan dan pemberdayaan penyandang disabilitas. Tentu saja
hal ini tidak mudah dicapai, perjuangan dimulai dari tahun 2012 dari keinginan
memiliki regulasi yang pasti terkait dengan kebijakan daerah karena sebelum ada
UU disabilitas itu dianggap sebelah mata. Oleh karena itu PPDIS mulai melakukan
pendekatan melalui Bupati, OPD-OPD, dan juga legislative.
Meskipun tantangan yang dihadapi PPDIS dalam
memperjuangkan hak-hak difabel cukup berat seperti misalnya bagaimana memberi
pemahaman kepada seluruh OPD, dinas dan juga masyarakat, tapi mereka tak pernah
menyerah dan menganggap tantangan sebagai pemacu untuk lebih semangat lagi.
Bahkan ketika melakukan pendekatan, tak jarang mendapat sindiran ataupun
perlakuan yang kurang mengenakan. Perlu 3-4 tahun hingga mereka mendapat
dukungan penuh. Perjuangan pun membuahkan hasil dengan mendapat dukungan penuh
dari Bupati Situbondo, OPD-OPD, beberapa ketua dewan dan komisi IV pada tahun
2016.
Bu Adriana Venny Aryani juga menilai
keterlibatan perempuan dalam mendorong kebijakan pengendalian tembakau yang
lebih baik sangat penting, karena yang punya kepentingan paling besar dengan
kebijakan ini adalah perempuan. Ketika di lingkungannya tidak bebas asap rokok,
maka perempuan dan anaklah yang paling dulu mendapatkan dampak dari bahaya asap
rokok. Jadi dengan adanya kebijakan untuk mengendalikan tembakau, KTR, atau
misalnya merokok dirumah dianggap sebagai kekerasan dalam rumah tangga bisa
membuat kehidupan perempuan dan anak menjadi lebih baik.
source : google.com |
Tantangan paling besar yang dihadapi adalah apakah pemerintah
mau mendengarkan aspirasi perempuan atau tidak? Persoalannya angka di
parlemen didominasi oleh laki-laki (83%), padahal representasi perempuan 30% sudah ada dalam UU Pemilu. Tapi pada
implementasinya sampai sekarang Indonesia belum pernah mencapai 20%. Sedangkan dalam
penelitian PBB, 30% adalah minimal untuk bisa mempengaruhi kebijakan.
source : google.com |
Terakhir, Mbak Gatari menyampaikan ada beberapa
hal yang masih harus dibenahi agar prevalensi perokok anak dan perempuan bisa
diturunkan diantaranya mewujudkan KTR (Kawasan Tanpa Rokok), pelarangan promosi
sponsor rokok, cukai rokok, dan memasukkan agenda penurunan prevalensi perokok anak
dan perempuan dalam RPJMN dan renstra Bappenas.
Mendengarkan talkshow ini menyadarkan aku, sebagai
perempuan kita harus ikut terlibat dalam mendorong kebijakan pengendalian
tembakau yang lebih baik supaya gak menjadi korban di masa mendatang. Dan aksi ini harus dimulai dari diri kita sendiri. Kalau bukan kita, lalu siapa lagi? Mengingat
perempuan merupakan kunci dalam mencetak generasi emas yang sehat di masa
mendatang. Nah kalau mentemen sendiri apa pendapat kalian tentang keterlibatan
perempuan dalam mendorong kebijakan dan isu pengendalian tembakau yang lebih baik
ini? Share di kolom komentar ya 😊
0 comments